Kamis, 31 Juli 2008

ginjal manusia

Ginjal
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Langsung ke: navigasi, cari


Ginjal dilihat dari belakang (tulang rusuk dihilangkan)
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi.


Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal).
Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang peritoneum yang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.
Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan.


Potongan membujur ginjal
[sunting] Struktur detail
Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran panjang sekitar 11 cm dan ketebalan 5 cm dengan berat sekitar 150 gram. Ginjal memiliki bentuk seperti kacang dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Di tiap ginjal terdapat bukaan yang disebut hilus yang menghubungkan arteri renal, vena renal, dan ureter.
[sunting] Organisasi
Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut medulla. Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia dapat pula dilihat adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar yang disebut kapsula.
Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin.
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).
Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen.
Di antara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan dalam kapsula Bowman terdapat tiga lapisan:
kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus
lapisan kaya protein sebagai membran dasar
selapis sel epitel melapisi dinding kapsula Bowman (podosit)
Dengan bantuan tekanan, cairan dalan darah didorong keluar dari glomerulus, melewati ketiga lapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan dalam kapsula Bowman dalam bentuk filtrat glomerular.
Filtrat plasma darah tidak mengandung sel darah ataupun molekul protein yang besar. Protein dalam bentuk molekul kecil dapat ditemukan dalam filtrat ini. Darah manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc filtrat glomerular per menitnya. Laju penyaringan glomerular ini digunakan untuk tes diagnosa fungsi ginjal.


Jaringan ginjal. Warna biru menunjukkan satu tubulus
Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian selanjutnya adalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus konvulasi distal.
Lengkung Henle diberi nama berdasar penemunya yaitu Friedrich Gustav Jakob Henle di awal tahun 1860-an. Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan ATP dan memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus melalui osmosis.
Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang terdiri dari:
tubulus penghubung
tubulus kolektivus kortikal
tubulus kloektivus medularis
Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin
Cairan menjadi makin kental di sepanjang tubulus dan saluran untuk membentuk urin, yang kemudian dibawa ke kandung kemih melewati ureter.
[sunting] Fungsi homeostasis ginjal
Ginjal mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air dalam darah.
Ginjal mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran ion hidronium dan hidroksil. Akibatnya, urin yang dihasilkan dapat bersifat asam pada pH 5 atau alkalis pada pH 8.
Kadar ion natrium dikendalikan melalui sebuah proses homeostasis yang melibatkan aldosteron untuk meningkatkan penyerapan ion natrium pada tubulus konvulasi.
Kenaikan atau penurunan tekanan osmotik darah karena kelebihan atau kekurangan air akan segera dideteksi oleh hipotalamus yang akan memberi sinyal pada kelenjar pituitari dengan umpan balik negatif. Kelenjar pituitari mensekresi hormon antidiuretik (vasopresin, untuk menekan sekresi air) sehingga terjadi perubahan tingkat absorpsi air pada tubulus ginjal. Akibatnya konsentrasi cairan jaringan akan kembali menjadi 98%.
[sunting] Penyakit dan ketidaknormalan
[sunting] Bawaan
Congenital hydronephrosis
Congenital obstruction of urinary tract
Duplicated ureter
Ginjal sepatu kuda
Penyakit ginjal polycystic
Renal dysplasia
Unilateral small kidney
[sunting] Didapat
Diabetic nephropathy
Glomerulonephritis
Hydronephrosis adalah pembesaran satu atau kedua ginjal yang disebabkan oleh terhalangnya aliran urin.
Interstitial nephritis
Batu ginjal ketidaknormalan yang umum dan biasanya menyakitkan.
Tumor ginjal
Wilms tumor
Renal cell carcinoma
Lupus nephritis
Minimal change disease
Dalam sindrom nephrotic, glomerulus telah rusak sehingga banyak protein dalam darah masuk ke urin. Other frequent features of the nephrotic syndrome include swelling, low serum albumin, and high cholesterol.
Pyelonephritis adalah infeksi ginjal dan seringkali disebabkan oleh komplikasi infeksi urinary tract.
Gagal ginjal
Gagal ginjal akut
Gagal ginjal kronis
[sunting] Dialisis dan transplantasi ginjal
Umumnya, seseorang dapat hidup normal dengan hanya satu ginjal. Bila kedua ginjal tidak berfungsi normal, maka seseorang perlu mendapatkan suatu Terapi Pengganti Ginjal (TPG). TPG ini dapat dilakukan baik bersifat sementara waktu maupun terus-menerus. TPG terdiri atas tiga, yaitu: Hemodialisis (Cuci Darah), Peritoneal Dialisis (Cuci Rongga Perut) dan Cangkok Ginjal (transplantasi). Prinsip dasar dari Hemodialisis adalah dengan membersihkan darah dengan menggunakan Ginjal Buatan. Sedangkan Peritoneal dialisis menggunakan Selaput rongga perut (peritoneum) sebagai saringan antara darah dan cairan Dianial.
Transplantasi ginjal sekarang ini lumayan umum. Transplantasi yang berhasil pertama kali diumumkan pada 4 Maret 1954 di Rumah Sakit Peter Bent Brigham di Boston, Massachusetts. Operasi ini dilakukan oleh Dr. Joseph E. Murray, yang pada 1990 menerima Penghargaan Nobel dalam fisiologi atau kedokteran.
Transplantasi ginjal dapat dilakukan secara "cadaveric" (dari seseorang yang telah meninggal) atau dari donor yang masih hidup (biasanya anggota keluarga). Ada beberapa keuntungan untuk transplantasi dari donor yang masih hidup, termasuk kecocokan lebih bagus, donor dapat dites secara menyeluruh sebelum transplantasi dan ginjal tersebut cenderung memiliki jangka hidup yang lebih panjang. [1].
[sunting] Statistik transplantasi ginjal
Negara
Transplantasi kadaverik
Transplantasi donor hidup
Transplantasi total

Kanada
724
388
1,112 (tahun 2000)
[2]
Prancis
1,991
136
2,127 (tahun 2003)
[3]
Italia
1,489
135
1,624 (tahun 2003)

Spanyol
1,991
60
2,051 (tahun 2003)

Britania Raya
1,297
439
1,736 (tahun 2003)
[4]
Amerika Serikat
8,670
6,468
15,138 (tahun 2003)
[5]
[sunting] Lihat pula
Batu ginjal
Penyakit ATR/RTA
Urologi
Nefrologi
Nefropati
Anatomi manusia

if (window.runOnloadHook) runOnloadHook();

Minggu, 20 Juli 2008

DASAR-DASAR PENGETAHUAN

A. TUJUAN PENULISAN

Pada analisis ini penulis bertujuan untuk mengetahui bagaimana manusia mengembangkan pengetahuannya, yang didasarkan pada proses berfikir baik yang berupa analitik ataupun non-analitik, bagaimana sumber-sumber pengetahuan itu diperoleh, serta bagaimana kriteria kebenaran dari pengetahuan tersebut. Selain itu juga, penulis ingin mengetahui konsep apa saja dari bab ini yang dapat diambil sebagai pelajaran untuk kehidupan bermasyarakat.

B. FAKTA UNIK

Beberapa fakta unik yang muncul dari bab ini adalah sebagai berikut. Yang pertama yaitu adanya fakta bahwa instink binatang jauh lebih peka dari instink manusia. Sebagai contoh, bila akan terjadi bencana alam seperti gunung meletus, hewan dapat merasakan gejala-gejalanya terlebih dahulu dibandingkan manusia. Hanya saja hewan tidak bisa menalar mengenai apa-apa yang berkaitan dengan gejala tersebut dan tidak dapat menyampaikan pola pikirannya dengan bahasa yang jelas. Fakta ini memberikan tawaran kepada manusia mengapa tidak bekerja sama dengan hewan, dengan cara mengamati dan mempelajari tingkah laku hewan-hewan tersebut dalam menghadapi terjadinya perubahan alam seperti bencana alam. Dengan demikian, kita dapat mengantisipasi apa saja yang perlu kita lakukan sebelum terjadinya bencana.

Fakta unik yang lain yaitu secara kimia dan fisika otak kerbau mirip otak manusia. Tentu saja manusia lebih cerdas daripada hewan karena manusia mampu mengembangkan pengetahuannya untuk kelangsungan hidupnya dan mencapai tujuan tertentu. Sedangkan hewan, pengembangan pengetahuan hanya difokuskan untuk kelangsungan hidupnya saja. Namun demikian, fakta ini memungkinkan manusia untuk melakukan penelitian terhadap otak kerbau sebagai perbandingan terhadap otak manusia. Barangkali dengan rumusan masalah, “Apakah kerbau dapat distimulasi untuk menerima perintah melakukan kegiatan seperti yang dilakukan manusia?”

C. PERTANYAAN YANG MUNCUL

Ada beberapa hal yang menimbulkan pertanyaan pada pembahasan dalam bab ini. Satu diantaranya yaitu pada pemikiran secara logika, pernyataan-pernyataan yang digunakan sebagai dasar penarikan kesimpulan kadang-kadang tidak konsisten. Jika demikian, apakah kesimpulan yang diperoleh akan konsisten?

Adapun pada kaum empiris, sumber pengetahuannya didasarkan pada fakta dalam dunia fisik yang diperoleh melalui pengalaman yang mengandalkan panca indera sebagai alat penangkapnya. Padahal, ada pengetahuan lain yang tidak dapat ditangkap panca indera dan bernilai benar yaitu wahyu Tuhan. Apakah hasil pengetahuan yang diperoleh kaum empiris ini akan ada yang bertentangan dengan kebenaran dari Tuhan?

Dan bagi kaum rasionalisme, sumber pengetahuannya didasarkan pada penalaran rasio yang bersifat abstrak. Kemudian hasil pengetahuannya yang bersifat subjektif tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk proses penalaran rasional yang lain. Apakah hasil pengetahuan yang diperoleh akan menimbulkan bias?

D. KONSEP UTAMA

Penalaran adalah proses berpikir yang berdasarkan alur kerangka berpikir tertentu. Pola berpikir ini dan bahasa yang komunikatif digunakan manusia untuk mengembangkan pengetahuannya. Hal inilah yang menyebabkan manusia berbeda dengan hewan. Penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran. Ternyata, proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu berbeda-beda karena nilai benar bagi setiap orang itu berbeda. Hal ini dapat dipahami karena proses penemuan kebenaran bagi setiap orang mungkin menggunakan jenis penalaran yang berbeda-beda pula, dimana tiap jenis penalaran tersebut mempunyai kriteria kebenarannya masing-masing. Adapun kriteria tersebut ada yang didasarkan pada penalaran secara logika, yaitu pola berpikir yang didasarkan pada pola atau logika tertentu. Dan kriteria kebenaran yang lain yaitu pola berpikir yang didasarkan pada cara berpikir analitik, yaitu proses berpikir yang didasarkan pada suatu analis dan kerangka berpikir tertentu serta kegiatan berpikirnya berdasarkan langkah-langkah tertentu. Kebenaran ataupun hasil pengetahuan yang diperoleh melalui penalaran diharapkan selalu koheren atau konsisten.

Pola berpikir yang lain yaitu tidak berdasarkan penalaran melainkan berdasarkan intuisi dan wahyu. Lain halnya dengan penalaran, intuisi dan wahyu diyakini sebagai sumber pengetahuan yang benar, karena pengetahuan ini berasal dari Tuhan. Jadi manusia hanya pasif menerima tanpa proses berpikir mengikuti aturan tertentu.

Sumber pengetahuan pada kedua pola berpikir tersebut itupun berbeda. Pada cara berpikir berdasarkan intuisi dan wahyu, sumber pengetahuannya diyakini berasal dari Tuhan, jadi tidak diragukan lagi kebenarannya. Sedangkan pada cara berpikir berdasarkan penalaran, sumber pengetahuan bagi kaum rasionalisme berbeda dengan kaum empiris. Bagi kaum rasionalisme, sumber pengetahuannya berdasarkan penalaran rasional yang bersipat apriori, sehingga hasil pemikirannya dapat bersifat subjektif. Sedangkan kaum empiris sumber pengetahuannya berdasarkan pengalaman konkret/nyata, dan pengetahuan yang dihasilkan mengikuti pola-pola tertentu.

Adapun cara penarikan kesimpulan dari proses bernalar dan kriteria kebenarannya ada beberapa macam. Satu diantaranya yaitu logika, yaitu suatu penarikan kesimpulan yang berdasarkan cara-cara tertentu. Cara yang dimaksud adalah cara induktif dan cara deduktif. Secara induktif, penarikan kesimpulan dilakukan dari kasus yang bersifat khusus atau individual menjadi hal yang bersifat umum. Sebaliknya, secara deduktif penarikan kesimpulan dilakukan dari hal yang bersifat umum menjadi hal yang bersifat khusus. Pengetahuan yang diperoleh secara induktif bukanlah pengetahuan yang baru melainkan hanya menekankan kepada struktuk dasar yang menyangga pengetahuan tersebut. Adapun ketepatan pengetahuan yang diperoleh secara deduktif tergantung kepada premis mayor, premis minor, serta keabsahan pengambilan kesimpulannya. Selain logika, cara penarikan kesimpulan yang lain yaitu berdasarkan teori korespondensi, yang menyatakan bahwa suatu pernyatan adalah benar apabila berkorespondensi dengan objek yang dituju oleh pernyataan itu. Jadi ketepatan penarikan kesimpulan akan valid bila objek yang dituju bersifat faktual. Adapun berdasarkan teori pragmatis, kebenaran suatu penyataan diukur dengan kriteria apakah parnyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Apabila pengetahuan itu sudah tidak fungsional lagi dalam kehidupan manusia maka kebenarannya tidak diakui lagi.

E. REFLEKSI DIRI

Dalam kehidupan bermasyarakat, kita sering dihadapkan kepada suatu pernyataan yang menuntut kita untuk berpikir apakah pernyataan tersebut benar atau salah. Kita mencoba untuk menganalisa permasalahan tersebut dan berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan menentukan nilai kebenarannya. Yang perlu diingat bahwa nilai benar menurut diri kita sendiri belum tentu benar menurut orang lain. Mereka mungkin menggunakan cara berpikir yang berbeda dari cara berpikir yang kita gunakan. Oleh karena itu, yang perlu kita telusuri adalah dari dasar-dasar pemikiran orang tersebut dalam penarikan kesimpulannya sebelum menyatakan apa yang diyakininya benar itu salah. Selama kesimpulan atau pengetahuan yang diperolehnya tidak bertentangan dengan kriteria kebenaran yang berlaku di masyarakat dan bersumber kepada pengetahuan yang valid maka kita tidak dapat mengatakan kesimpulan tersebut salah.

Ada dua macam pola berpikir yang berkembang di masyarakat kita, salah satunya yaitu pola berpikir secara analitik. Pola berpikir ini lebih banyak dikembangkan berdasarkan pola berpikir tertentu. Bila kita menerima hasil pengetahuan dari proses berpikir secara analitik ini maka kita perlu memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan tersebut dalam kehidupan kita. Sebagai contoh, kita menerima bahwa penyebab penyakit demam berdarah adalah bakteri yang ditularkan oleh nyamuk aides egypty, maka sebagai konsekuensinya, kita perlu mengetahui bagaimana cara perkembangbiakan nyamuk tersebut dan usaha-usaha apa yang dilakukan untuk mencegahnya. Usaha-usaha yang kita lakukan dalam menerima pengetahuan secara analitik tersebut membimbing kita untuk berpikir ilmiah pula.

Pola berpikir yang lain yaitu non-analitik yang berupa intuisi dan wahyu. Cara berpikir ini tidak didasarkan pada pola berpikir tertentu, tapi lebih berkenaan dengan keyakinan kita. Kebenarannya dapat diterima di masyarakat dengan baik. Apabila kita menerima wahyu Tuhan sebagai kebenaran dan pengetahuan maka kita perlu juga mengaitkannya dengan kehidupan kita. Dalam hal ini, apa yang kita lakukan dalam kehidupan bertentangan atau tidak bertentangan dengan nilai kebenaran tersebut (wahyu Tuhan).

Dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, kita dapat menggunakan kedua pola berpikir tersebut yaitu secara analitik dan non analitik. Pengetahuan intuitif dapat kita jadikan sebagai penentuan hipotesa untuk mengembangkan pengetahuan selanjutnya. Dan untuk pembuktiannya, kita gunakan penarikan kesimpulan secara analitik. Hal ini diharapkan akan menghasilkan pengetahuan yang lebih bermakna di masyarakat.

UPAYA MENINGKATKAN KINERJA GURU AGAR TERCAPAINYA PENDIDIKAN YANG BERMUTU

Abstrak.

Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk memberikan masukan bagi guru, kepala sekolah, dan pemerintah mengenai usaha-usaha dalam meningkatkan kinerja guru. Dengan demikian, guru diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Adapun usaha yang dapat ditempuh yaitu pembentukan institusi yang membina kinerja guru dan tenaga kependidikan, pengawasan kepala sekolah, kegiatan musyawarah guru serumpun, mendatangkan motivator, menyediakan fasilitas yang memadai, dan pemberian insentif yang memadai.

Kata Kunci: meningkatkan kinerja guru, pendidikan bermutu.

PENDAHULUAN

Tujuan pendidikan di Indonesia, sesuai TAP MPR No II/MPR/1993, adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, professional, bertanggung jawab, dan produktif, serta sehat jasmani dan rohani. Upaya mewujudkan tujuan pendidikan ini merupakan tanggung jawag guru, orang tua, dan pemerintah. Amanat yang kita emban adalah mempersiapkan untuk pembentukan generasi muda Indonesia untuk masa yang akan datang.

Seiring dengan lajunya perkembangan zaman, generasi muda, sebagai generasi penerus, pada hakekatnya adalah sebagai subjek dalam kehidupanya di zamannya. Mereka perlu dipersiapkan dengan baik agar tidak menjadi objek belaka, tidak hanyut oleh derasnya “tsunami budaya” berupa pengaruh yang mengarah pada kerusakan (destruktif). Mereka diharapkan tidak hanya bisa survive (bertahan), melainkan pula bisa leading (memimpin), bisa berjaya, bahkan bisa memberi warna kehidupan mendatang. Sekolah merupakan salah satu tempat yang ideal untuk mempersiapkan generasi muda kita. Selanjutnya, untuk mewujudkan harapan tersebut, peran seorang guru sangatlah penting dalam memberikan pendidikan yang bermutu kepada generasi penerus bangsa di lingkungan pendidikan.

Agar pendidikan yang diberikan oleh guru berkualitas maka perlunya suatu kerja yang maksimal dari guru sesuai bidang keahliannya masing-masing. Sesuai makna pendidikan yaitu “pendidikan adalah proses pelatihan dan pengembangan pengetahuan, ketrampilan, pikiran, karakter, dan seterusnya, khususnya lewat persekolahan formal.” (Webster’s New World Dictionary, 1962), maka guru dituntut membina dan membimbing siswanya dalam mengkonstruksi dan mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya dengan baik. Kinerja seorang guru mungkin akan dipertanyakan apabila pembentukan intelektual dan kepribadian anak tidak berhasil sesuai harapan masyarakat. Hal ini biasanya dinilai masyarakat dengan melihat mutu kelulusan siswa dari suatu sekolah. Untuk membantu guru memenuhi harapan tersebut, maka perlu adanya usaha yang dapat ditempuh dalam meningkatkan kinerja guru agar tercapainya pendidikan yang bermutu.

Adapun Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk memberikan masukan bagi guru, kepala sekolah, dan pemerintah khusunya dinas pendidikan mengenai usaha-usaha dalam meningkatkan kinerja guru. Selain itu, penulisan artikel ini juga bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia melalui peningkatan kinerja guru.

DASAR TEORI

1. Mutu Pendidikan

Mutu berkenaan dengan penilaian bagaimana suatu produk memenuhi kriteria, standar atau rujukan tertentu. Dalam dunia pendidikan, standar ini menurut Depdiknas (2001:2) dapat dirumuskan melalui hasil belajar mata pelajaran skolastik yang dapat diukur secara kuantitatif, dan pengamatan yang bersifat kualitatif, khususnya untuk bidang-bidang pendidikan sosial. Rumusan mutu pendidikan bersifat dinamis dan dapat ditelaah dari berbagai sudut pandang yang dianggap sebagai acuan atau rujukan seperti kebijakan pendidikan, proses belajar mengajar, kurikulum, sarana prasarana, fasilitas pembelajaran dan tenaga kependidikan sesuai dengan kesepakatan pihak-pihak yang berkepentingan (Sagala, 2007).

Mutu pendidikan atau mutu sekolah tertuju pada mutu lulusan. Merupakan sesuatu yang mustahil, pendidikan atau sekolah menghasilkan lulusan yang bermutu, jika tidak melalui proses pendidikan yang bermutu pula. Merupakan suatu hal yang mustahil pula, terjadinya proses pendidikan yang bermutu jika tidak didukung oleh faktor-faktor penunjang proses pendidikan yang bermutu pula. Proses pendidikan yang bermutu harus didukung oleh personalia, seperti administrator, guru, konselor, dan tata usaha yang bermutu dan professional; disamping sarana dan prasarana pendidikan, fasilitas, media, serta sumber belajar yang memadai baik mutu maupun jumlahnya, dan biaya yang mencukupi, manajemen yang tepat, serta lingkungan yang mendukung (Sukmadinata, Jami’at, dan Ahman. 2006).

Selanjutnya, Sukmadinata, Jami’at, dan Ahman (2006) menyimpulkan faktor-faktor yang terlibat dalam pengembangan mutu pendidikan secara sistematik dalam gambar berikut.


Gambar 1.1. Peta Komponen Pendidikan Sebagai Sistem

Dari diagram tersebut terlihat bahwa banyak faktor yang mempengaruhi berjalannya proses pendidikan, dan guru merupakan salah satu faktor yang penting untuk terwujudnya pendidikan yang berkualitas. Guru sebagai pendidik adalah personil yang terlibat banyak dalam pembentukan intelek dan kepribadian anak di sekolah.

2. Kinerja Guru

Kinerja guru berkaitan dengan kompetensi yang dimiliki guru. Kompetensi menurut Abdul Majid (2005) adalah seperangkat tindakan inteligen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sedangkan guru adalah orang dewasa yang bertanggungjawab memberi pertolongan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaannya, mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT dan mampu sebagai makhluk sosial dan makhluk hidup yang mandiri (Muhaimin & Abdul Mujib, 1993). Jadi kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan professional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru.

Menurut Muhibbin Syah (2004), ada sepuluh kompetensi dasar yang harus dimiliki guru dalam upaya peningkatan keberhasilan belajar mengajar, yaitu:

  1. menguasai bahan bidang studi dan bahan aplikasi
  2. mengelola program belajar mengajar
  3. mengelola kelas
  4. menggunakan media atau sumber belajar
  5. menguasai landasan-landasan kependidikan
  6. mengelola interaksi belajar mengajar
  7. menilai prestasi siswa untuk pendidikan dan pengajaran
  8. mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan
  9. mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
  10. memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil pendidikan guna keperluan pengajaran.

Menurut Zakiah Daradjat dalam buku Strategi Belajar Mengajar, fungsi guru pada dasarnya bisa dibagi ke dalam tiga fungsi utama, yaitu:

1. Guru sebagai pengajar.

Guru bertugas membina perkembangan pengetahuan, sikap dan ketrampilan.

2. Guru sebagai pembimbing dan pemberi bimbingan

Membimbing dan pemberian bimbingan dimaksudkan agar setiap murid

diinsyafkan mengenai kemampuan dan potensi diri murid yang sebenarnya

dalam kapasitas belajar dan bersikap.

3. Guru sebagai manajer.

Guru bertugas pula sebagai tenaga adiministrasi, maksudnya sebagai pengelola kelas atau pengelola (manager) interaksi belajar mengajar.

Dengan demikian, kinerja guru dapat dikatakan berhasil apabila adanya peningkatan keberhasilan belajar mengajar dan keberhasilan guru dalam menjalankan fungsinya yaitu sebagai guru, pembimbing, dan manajer.

3. Indikator Keberhasilan Pendidikan

Nilai ujian akhir sekolah bagi peserta didik yang menamatkan sekolahnya pada suatu jenjang dan jenis tertentu bukan satu-satunya indikator untuk menentukan kualiatas sekolah, sebab sekolah yang berhasil juga ditentukan oleh faktor-faktor yang lainnya, seperti bagaimana kegiatan belajar mengajar dilaksanakan, bagaimana kompetensi guru dan tenaga kependidikan di sekolah tersebut ditingkatkan, bagaimana fasilitas dan perlengkapan pembelajaran disediakan sekolah apakah mencukupi dan layak pakai, termasuk apakah sekolah dapat melaksanakan kegiatan ektra kulikuler dengan baik. Menurut Sagala (2007) indikator keberhasilan akan berdampak dari berbagai aspek yaitu:

  1. Efektifitas proses pembelajaran bukan sekedar transfer pengetahuan (transfer of knowledge) atau mengingat dan menguasai pengetahuan tentang apa yang diajarkan melainkan lebih menekankan kepada internalisasi mengembangkan aspek-aspek kognitif, apektif, psikomotorik dan kemandirian.
  2. Kepemimpinan kepala sekolah yang kuat, merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk mewujudkan, visi, misi tujuan sasaran melalui program yang dikasanakan secara berencana, bertahap, kreativitas, inovasi, efektif dan mempunyai kemampuan manajerial.
  3. Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, guru merupakan salah satu faktor yang stategis pada suatu sekolah, dituntut untuk mempunyai kreativtas dan keuletan dalam mengelola proses pembelajan, untuk menjadikan peserta didik aktif, kreatif melelui pengembangan kurikulum. Tenaga kependidikan sebagai pelayan teknis kependidikan mampu merespon isu-isu pendidikan sehingga sekolah itu mampu bersaing dalam hal mutu
  4. Sekolah memiliki budaya mutu. Semua warga sekolah dengan didasari bahwa professionalisme di bidang masing-masing sesuai dengan fungsi dan perannya.
  5. Sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas dan dinamis; kebersamaan merupakan karakteristik sekolah, karena out put pendidikan hasil kolektif warga sekolah bukan hasil individu menjadi persyaratan penting untuk memperoleh mutu yang kompetitif
  6. Sekolah memiliki kemandirian yaitu sekolah mempunyai kemampuan dan kesanggupan kerja secara maksimal dengan tidak selalu tergantung pada petunjuk atasan dan harus mempunyai sumber daya potensi dan yang berkompeten di bidang masing-masing.
  7. Partisipasi warga sekolah dan masyarakat. Keterkaitan dan keterlibatan pada sekolah harus lebih tinggi dilandasi rasa memiliki dan rasa tanggung jawab melalui loyaritas dan dedikasinya.
  8. Sekolah memiliki trasparansi. Dalam pengelolaan sekolah, merupakan karakteristik yang ditunjukkan dalam pengambilan keputusan penganggaran dan perubahan untuk mengembangkan manajemen yang bermutu secara berkesinambungan.
  9. Sekolah memiliki kemampuan perubahan (management change). Perubahan adalah hal yang mutlak terjadi, karena prinsip hidup adalah kesementaraan. Perubahan adalah peningkatan yang bermakna positif untuk lebih baik dalam pengembangannya pada masa yang akan datang untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara responsive dan antisipatif sesuai dengan kebutuhan.
  10. Sekolah melakukan evaluasi perbaikan berkelanjutan dan merupakan proses penyempurnaan dan peningkatan mutu kesluruhan, mencakup struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya.
  11. Sekolah memiliki akuntabilitas sustainabilitas. Bentuk pertanggungjawaban harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang dilaksanakan, serta untuk meningkatakan kinerja melalui penghargaan dan pemberian sangsi. Subtainabilitas peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM), diversikasi sumber dana, pemilikan asset yang menggerakkan incam sendiri termasuk ekstensi sekolah.
  12. Out put sekolah penekanannya kepada lulusan yang mandiri dan “masagi” yaitu memenuhi syarat pekerjaan (qualified) yang sehat jasmani rohani, berakhlak mulia, baik, ramah, sopan, benar, jujur, taqwa, serta kreatif aktif inovatif, saling mengingatkan, saling mengasihi dan saling menyayangi.

Jadi keberhasilan pendidikan dapat dicapai dengan adanya kerjasama antara guru, sekolah, dan masyarakat.

PEMBAHASAN

Kinerja guru selama ini terkesan tidak optimal. Guru melaksanakan tugasnya hanya sebagai kegiatan rutin, kurang kreatifitas. Inovasi bagi guru relatif tertutup dan kreativitas bukan merupakan bagian dari prestasi. Jika ada guru mengembangkan kreativitasnya, guru tersebut cenderung dinilai membuang-buang waktu dan boros. Hasil penataran guru pada berbagai bidang studi belum menunjukkan daya kerja berbeda dengan kinerja para guru yang tidak mengikuti penataran (Sagala , 2007). Tidak ada kontrol terhadap hasil penataran mesti penataran itu telah menghasilkan biaya cukup besar. Institusi yang membina kinerja guru dan tenaga kependidikan tidak jelas. Apakah sepenuhnya oleh pemerintah atau organisasi profesi guru dan tenaga kependidikan. Meskipun demikian masih banyak guru dan tenaga kependidikan melaksanakan tugas dengan penuh keikhlasan dan penuh semangat, karena sudah menjadi tanggung jawab hidupnya.

Agar hasil pendidikan professional guru tersebut memberikan kontribusi yang berarti terhadap kegiatan pengajaran dan dapat meningkatkan kinerja guru maka perlu adanya pengawasan dari pihak atasan. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan ini dimaksudkan untuk menjamin agar pelaksanaan program pengajaran yang dilakukan oleh guru sesuai dengan rencana, kebijakan, dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Hakekatnya adalah mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan-penyimpangan ataupun pemborosan kegiatan dalam mencapai tujuan. Jadi sasaran dari pengawasan ini ditujukan untuk mewujudkan efisiensi, efektivitas ketentuan dan dan ketertiban pelaksanaan program.

Namun hendaklah hasil dari pengawasan tersebut disikapi dengan cara yang bijaksana melalui pendekatan psikologis dan dapat memberikan motivasi bagi guru. Kepala Sekolah sebagai pimpinan hendaklah menyikapi kesalahan guru dengan cara-cara yang lebih terasa manusiawi bagi guru, seperti sikap seorang bapak yang bijak terhadap anaknya. Dan selain mengetahui adanya kesalahan, guru tentunya berharap adanya bimbingan bagaimana contoh mengerjakan yang benar dari apa yang telah dikerjakannya. Sehingga guru akan merasa termotivasi dan lebih nyaman mengerjakan tugas selanjutnya.

Selain kompetensi yang guru miliki, tersedianya fasilitas yang memadai dalam kegiatan belajar mengajar juga menentukan keberhasilan proses belajar mengajar. Yang berarti juga turut menentukan bermutunya suatu pengajaran dan akan berdampak pula pada mutu lulusannya. Peran kepala sekolah menyediakan fasilitas, melakukan pembinaan pertumbuhan jabatan guru, dan dukungan profesionalitas lainnya menjadi suatu kekuatan tersendiri bagi guru melaksanakan tugas profesionalnya. Pemberian fasilitas kepada guru akan memotivasi guru untuk terus menerus meningkatkan kemampuannya memberikan layanan belajar dan bekerja secara professional.

Namun, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kinerja guru, salah satunya adalah kesejahteraan guru. Dalam kondisi kesejahteraan guru yang tidak mencukupi, guru akan lebih terdorong untuk lebih banyak memberi perhatian pada kegiatan lain di luar tugas pokoknya, karena tuntutan kewajiban mempertahankan dan menyelamatkan kehidupan diri dan keluarganya masing-masing. Perhatian itu langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada pengabdian, loyalitas dan dedikasi guru. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam kondisi kesejahteraan guru yang relatif rendah, sering kali guru terlihat tidak dapat mengatasi kekurangan fasilitasnya, bukan karena tidak kreatif dan kurang inisiatif, tetapi sudah kehabisan waktu untuk kepentingan mengatasi kesulitan ekonomi guna memenuhi kebutuhan keluarganya.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja guru yaitu adanya kejenuhan dengan rutinitas yang monoton. Guru melakukan kegiatan belajar mengajar dari hari ke hari dengan kegiatan yang kurang lebih sama dan menghadapi murid yang sama pula. Bila kejenuhan ini muncul, maka akan berdampak pada kreativitas dan kinerja guru dalam menjalankan tugasnya. Hal ini akan mempengaruhi mutu pembelajaran yang diterima siswa. Maka perlu adanya suatu kegiatan ataupun pengarahan yang dapat membangkitkan kembali semangat guru dalam menjalankan profesinya.

PEMECAHAN MASALAH

Berdasarkan pembahasan di atas, ada beberapa alternative pemecahan masalah dalam upaya meningkatkan kinerja guru agar tercapainya pendidikan yang bermutu.

  1. Adanya institusi yang selalu membina kinerja guru dan tenaga kependidikan.

Dengan adanya institusi ini diharapkan guru mendapatkan pembinaan secara kontinyu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kinerjanya. Selain itu, institusi ini merupakan tempat bagi guru untuk bertanya dan berkonsultasi tentang kendala-kendala yang dihadapi dalam menjalankan profesinya sehingga mendapatkan pembinaan. Institusi tersebut bisa saja semacam lembaga “bimbingan konseling dan kinerja” bagi guru.

  1. Pengawasan kepala sekolah

Kepala sekolah adalah orang yang diberi tugas dan tanggung jawab mengelola sekolah, menghimpun, memanfaatkan, dan menggerakkan seluruh potensi sekolah secara optimal untuk mencapai tujuan. Sebagai manajer, kepala sekolah berhak melakukan pengawasan terhadap kinerja guru, apakah guru sudah menjalankan fungsinya dengan baik. Melalui pengawasan ini diharapkan adanya komunikasi antara guru dan kepala sekolah mengenai apa saja yang menyimpang dari kinerja guru dan apa saja yang bisa lebih ditingkatkan. Dengan demikian guru dapat menentukan arah kinerja yang lebih baik guna tercapainya keberhasilan pendidikan. Adapun bentuk pengawasan yang dapat dilaksanakan seperti supervisi kelas, supervisi administrasi, dan supervisi kegiatan, yang dimaksud adalah kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar di luar kelas.

3. Kegiatan musyawarah antara guru bidang studi yang serumpun di sekolah

Kegiatan musyawarah ini memberikan wadah bagi guru untuk berdiskusi, berbagi pengalaman, dan memecahkan masalah-masalah pengajaran yang dialami oleh guru. Melalui kegiatan ini diharapkan diperoleh hasil-hasil yang dapat meningkatkan kinerja guru dan menambah wawasan bagi guru. Adapun tempat pelaksanaannya adalah di sekolah sendiri, sehingga guru lebih fleksibel dalam mengatur waktu pertemuan dan segala sesuatunya yang berkaitan dengan kegiatan tersebut. Jadi kegiatan ini semacam “Musyawarah Guru Mata Pelajaran”.

4. Mendatangkan motivator

Motivator adalah orang yang mempunyai keahlian memberikan motivasi kepada orang lain. Ada tiga fungsi motivasi yaitu sebagai pendorong, pengarah, dan sekaligus penggerak prilaku seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Berdasarkan ketiga fungsi motivasi itulah seorang motivator mungkin memberikan arahan kepada guru untuk meningkatkan kembali kinerjanya. Mendatangkan seorang motivator perlu sesekali dilakukan guna membangkitkan kembali semangat guru-guru dalam menjalankan tugasnya. Mungkin guru-guru tersebut akan merasa lepas dari kejenuhan dan mendapatkan energi baru serta siap untuk tugas-tugas selanjutnya. Hal ini akan memberikan sesuatu yang positif untuk keberhasilan pengajaran yang dilaksanakannya.

5. Memberikan fasilitas yang memadai

Dengan tersedianya fasilitas pembelajaran yang cukup dan memadai akan memudahkan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, dan akan menghasilkan pembelajaran yang bermutu pula. Apabila hal ini terpenuhi maka output yang dihasilkan pun akan berkualitas.

6. Memberikan insentif yang memadai bagi guru

Pemberian insentif yang memadai bagi guru dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan guru dan keluarganya sesuai standar kebutuhan ekonomi saat itu. Jadi guru tidak perlu mencari penghasilan tambahan di luar tugasnya demi memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya. Hal ini bertujuan agar guru fokus pada pekerjaannya, sehingga guru dapat mengembangkan kreativitasnya dan inovasinya dalam pendidikan.

Dengan demikian, alternative pemecahan masalah tersebut diharapkan dapat meningkatkan kinerja guru dalam dunia pendidikan. Sehingga, guru dapat memberikan pendidikan yang bermutu, dan diharapkan sekolah menghasilkan lulusan yang berkualitas.

KESIMPULAN

Dalam proses pendidikan guru memiliki peranan sangat penting dalam membimbing peserta didik ke arah kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru sering dikatakan sebagai ujung tombak pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya, guru selalu dituntut untuk dapat mengembangkan kreativitasnya dan kinerjanya untuk mewujudkan keberhasilan pendidikan. Akan tetapi, masih banyak kendala yang dihadapi guru untuk mewujudkan harapan tersebut diantaranya sarana, fasilitas, dan masalah kesejahteraan.

Untuk mengatasi hal tersebut, ada beberapa alternative pemecahan masalah yang dapat dilakukan, yaitu:

  1. Adanya institusi yang selalu membina kinerja guru dan tenaga kependidikan
  2. Pengawasan kepala sekolah
  3. Kegiatan musyawarah antara guru bidang studi yang serumpun di sekolah
  4. Mendatangkan motivator
  5. Memberikan fasilitas yang memadai
  6. Memberikan insentif yang memadai bagi guru

Adapun saran bagi kepala sekolah, dalam menciptakan sekolah yang bermutu dan kompetitif maka beberapa dari alternative tersebut dapat dilaksanakan sebagai langkah awal menuju sukses. Dan saran bagi pemerintah, diharapkan lebih memperhatikan keperluan dan nasib guru, sehingga guru lebih semangat dalam menjalankan profesinya dan meningkatkan kinerjanya demi tercapainya tujuan pendidikan nasional. Dan saran bagi guru, janganlah patah semangat dengan keterbatasan yang ada. Marilah berkreativitas menciptakan sesuatu yang bermanfaat dari apa yang kita punya di lingkungan kita.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid.2005. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Remaja RosdaKarya.

Depdiknas. 2002. Pedoman Administrasi Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, Dirjen Dikdasmen.

Muhaimin & Abdul Mujib.1984. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Trigenda Karya.

Muhibbin Syah. 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja RosdaKarya

Nana Syaodih Sukmadinata, Ayi Novi Jami’at, Ahman.2006. Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah. Bandung: Refika Aditama.

Pupuh Fathurrohman & M. Sobry Sutikno. 2007. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: Refika Aditama.

Syaiful Sagala. 2007. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

MASALAH GURU DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

A PENDAHULUAN

Masalah guru senantiasa mendapat perhatian, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat pada umumnya dan oleh ahli pendidikan khususnya.

Pemerintah memandang bahwa guru merupakan media yang sangat penting artinya dalam kerangka pembinaan dan pengembangan bangsa. Guru mengemban tugas-tugas social yang berfungsi mempersiapakan generasi mudah, sesuai dengan cita-cita bangsa. Demikian pula masalah guru di Negara kita dapat kita katakana mendapat titik sentral dalam dunia pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal.

Masalah guru adalah masalah yang sangat penting. Sebab mutu guru turut menentukan mutu pendidikan. Sedangkan mutu pendidikan akan menentukan mutu generasi muda, sebagai calon warga Negara dan warga masyarakat. Masalah mutu guru sangat tergantung kepada system pendidikan guru. Sebagaimana halnya mutu pendidikan pada umumnya, maka mutu pendidikan guru harus ditinjau dari dua kreteria pokok,yakni kreteria produk dan kreteria proses (Beeby, 1969).

Produktivitas pendidikan guru ditentukan oleh tujuan pendidikan guru yang hendak dicapai,baik tujuan intrinsic maupun tujuan ekstrinsik.Tujuan intrinsic merupakan tujuan-tujuan yang didasarkan pada system nilai dan cultural masyarakat. Di Negara kita,falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang dituangkan dalam GBHN,dimana pendidikan guru merupakan bagian integral di dalamnya. Sedangkan sedangkan tujaun ekstrinsik, mempersoalkan tujuan pendidikan, apakah sesuai dengan tuntutan lapangan kerja dan masyarakat. Secara spesifik, apakah pendidikan guru relevan dengan tuntutan kerja di sekolah tempat ia bertugas.

Kreteria proses melihat pendidikan guru dari sudut penyelenggaraan pendidikan, antara lain memperbincangkan masalah kurikulum , alat media, dan peranan guru yang bertugas dalam dalam lembaga pendidikan guru.. Tentu saja kurikulum dan berbagai komponen lainnya yang menunjang proses pendidikan guru, semuanya dibina dan direncanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai. Jadijelas antara kreiteria produk dan kreteria proses harus sejalan.

B. GURU DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

Pembuatan kurikulum dalam pembinaan kurikulum bukan saja menjadi tanggung jawab para perencana kurikulum, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab guru di sekolah. Para perencana kurikulum perlu membuat keputusan yang tepat, rasional, dan sistimatis. Pembuatan keputusan itu tidak dapat di buat secara acak acakan, melainkan harus berdasarkan informasi dan data yang objektif. Untuk itu terlebih dahulu perlu diadakan evaluasi yang objektif terhadap kurikulum yang sedang berlaku. Evaluasi memegang peranan penting dalam memmbuat keputusan keputusan kurikuler, sehingga dapat diketahui hasil-hasil kurikulum yang telah dilaksanankan, apa kelemahan dan kekuatannya untuk selanjutnya dapat diperbaiki sesuai keperluan.

Guru juga harus mampu membuat aneka macam keputusan dalam pembinaan kurikulum. Pada dasarnya betapapun baiknya kurikulum, berhasil atau gagalnya akan sangat bergantung kepada tindakan gurudi sekolah dalam mengaplikasikannnya. Dalam hubungan ini, banyak ahli menyarankan tentang cara sistimatik. Antara lain ; Leslie J. Chamberlin (1977) mengatakan bahwa tujuan membuat keputusan baik adalah :

1.keputusan yang dicapai harus pertinent

2.dapat dikerjakan

3.dalam kaitan dengan sesuai waktu dan

4.dalam hal otoritas individu yang terkait

Kreteria-kreteria kurikulum dapat digunakan dalam dua fungsi, yakni untuk merencanakan kurikulum pendidikan guru dan untuk menilai kurikulum pendidikan guru. Jika kreteria-kreteria itu digunakan untuk merencakan kurikulum, maka dapat dianggap sebagai petunjuk-petunjuk elementer, yang merupakan patokan dalam kompenen-komponen yang diperlukan. Komponen-komponen itu antara lain;tujuan pendidikan, tujuan instruksional, alat dan metode instruksional, pemilihan dan pembimbingan siswa materi program, evaluasi dan staf pelaksana kurikulum. Semua komponen itu tampaknya harus dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum secara keseluruhan. Kreteria-kreteria yang diperlukan harus lengkap, fungsional, dan harus pula menyinggung faktor-faktor pengaruh masalah politik, pengaruh sosial ekonomi , serta pengaruh nilai dan cultural dalam perencanaakurikulum pendidikan guru.

Selain itu perlu disinggung pula kreteria proses belajar. Kriteria itu perlu dibahas secara khususdan bertalian erat dengan kreteria pemilihan dan pembimbingan siswa. Umumnya komponen proses belajar memegang peranan yang sangat penting dalam pembinaan kurikulum. Kurikulum yang disusun seharunya banyak memperhatikan proses belajar siswa, dalam arti apakah kurikulum itu relevan dengan tingkat perkembangan dan tingkat kemampuan belajar siswa.

Jika kreteria-kreteria kurikulum telah dirumuskan dan kita gunakan untuk menilai kurikulum maka kiranya akan lebih cepat, karena kreteria itu memuat tentang perincian hal-hal yang perlu dinilai dan sekaligus bagaimana cara menilainya. Uraian yang singkat dan jelas lebih memudahkan seorang evaluator kurukulum melakukan tugasnya. Dalam konteks ini perlu berhati-hati, sebab dalam menilai kurikulum pendidikan guru, kita tidak cukup menilai setiap komponen secara terlepas-terlepas, seolah-olah antara satu komponen debgab komponen lainnya tidak ada hubungannya. Para penilai kurikulum sudah tentu harus menyadari, bahwa penilaian kurikulum dilakukan baik terhadap unsur-unsurnya maupun terhadap keseluruhannya dan hubungan unsure-unsur dengan keseluruhan.

Aspek lain yang perlu juga dipertanyakan ialah apa peranan guru dalam hubungannya dengan pembinaan kurikulum atau dalam hubungannya pembuatan kurikulum pendidikan guru. Dengan asumsi bahwa guru bertugas melaksanakan pengajaran yang sebaik-baiknya, maka dalam pada itu guru juga bertanggung jawab melaksanakan, membina, dan mengembangkan kurikulum sekolahnya. Guru yang baik antara lain mampu membuat program belajar mengajar yang baik serta menilai dan melakukan pengayaan terhadap materi kurikulum yang digariskan. Diasumsikan bahwa guru yang baik adalah guru yang mampu menciptakan pengajaran yang baik. Pengajaran yang baik ialah pengajaran yang berhasil melalui proses pengajaran yang efektif. Kendatipun banyak teori yang mengemukakan tentang “guru yang baik”, yang berangkali pula mempunyai sudut pandang sendiri-sendiri.

C. PENDEKATAN PERENCANAAN KURIKULUM

Pendekatan interdisipliner meninjau suatu gejala dari berbagai disiplin ilmu. Dalam pendekatan ini, kurikulum dususun berdasarkan perpasuan dari sejumlah disiplin ilmu yang memiliki karakteristik yang sama. Perpaduanitu dijelmakan dalam bentuk bidang studi. Secara teoritis pendekatan interdisipliner terbagi menjadi tiga jenis pendekatan, yakni pendekatan lapangan, pendekatan humanisrik yang bersifat fungsional, dan pendekatan struktural. Kurikulum pendidikan guru yang dikonseptualisasikan sudah tentu harus tergolong kapada pandangan yang lebih maju.

Dalam studi tentang perencanaan kurikulum, bias digunakan tiga jenis pendakatan, yakni pendekatan klasik atau pedakatan sistimatik, pendekatan romantic, dan pendekatan modern.

Dengan demikian dapat kita tarik pelajaran bahwa pendekatan interdisipliner bukan satu-satunya pendekatan yang paling baik dalam pembuatan keputusan kurikulum, melainkan merupakan satu pendekatan yang telah ada sebelumnya, yakni pendekatan disiplin. Perkembangan lebih lanjut dari pendekatan interdisipliner adalah pendekatan integral. Jadi, jika kita lihat dari segi urutannya, dapat dikatakan bahwa pendekatan interdisipliner adalah sejajar dengan pendekatan romantik, sekalipunkita dapat mengatakannya sebagai dua hal yang identik. Pendekatan integrasi sendiri yang disebut sebagai pendekatan system.

D.TENAGA PROFESIONAL DAN NONPROFESIONAL

1.Tenaga-renaga professional

Pengajaran dilaksanakan oleh tenaga-tenaga professional dan tenaga nonprofesional bertingkat-tingkat persiapannya. Tingkat profesionalisasi itu didasarkan pada kemampuan khusus, pengalaman latarbelakang akademis, ijazah, dan gelar yang milikinya.

Semua guru tersebut bertanggung jawab mengatur, walaupun tingkat otoritasnya tidak sama dalam system pengajaran. Penempatan jenis guru sekolah bergantung kepada system ijazah keguruan pada suatu Negara. Semua jenis staf professional tersebut dikategorikan menjada empat kategori,karena karena beberapa diantaranya menunjukan kesamaan tertentu.

a.Guru pelaksana

b.Guru professional

c.Guru provisional

d.guru kadet [calon guru]

2Tenaga-tenaga Nonprofesional

Tenaga-tenaga nonprofessional adalah tenaga-tenaga yang terlatih untuk bertindak sebagai tenaga pembantu tenaga profesioni. Tenaga nonprofessional ini bukan saja memberikan peluang yang lebih besar bagi tenaga-tenaga profesionl untuk mengerjakan kegiatan-kegiatan professional, akan tetapi juga memperkaya pengalaman siswa dan membebaskan tenaga professional dari tugas-tugas yang bukan professional. Balik itu. Secara tidak langsung mengurangi beban biaya mengingat keterbatasan pembiayaan.

E.KESIMPULAN

Uraian yang telah dikemukakan diatas memberikan gambaran kepada kita. Bahwa guru memegang peranan yang penting didalam pembinaan dan pengembangan kurikulum serta penyelenggaraan pengajaran sekolah.

Dalam rangka pembinaan dan pengembangan kurikulum, paling tidak para guru harus mampu berpartisipasi, baik dalam perencanaan maupun dalam evaluasi kurikulum. Dalam hubungan inilah guru harus memiliki kemampuan membuat suatu keputusan berdasarkan hasil evaluasi dalam kerangka suatu system. Untuk melaksanakan peranan dan fungsi tersebut, guru perlu mengenal dengan baik berbagai model pendekatan perencanaan kurikulum. Berdasarkan perkembangan histories, Kita kenal beberapa pendekatan, yakni pedakatan sistematik, pendekatan romantic, dan pendekatan modern. Dewasa ini pendekatan system dan pendekatan interdisipliner lebih banyak dipergunakan.

Pada hakekatnya pelaksanaan pendidikan di sekolah adalah menjadi tanggung jawab guru, baik selaku tenaga professional maupun selaku tenaga nonprofessional. Kedua jenis tenaga kependidikan ini masing-masing memiliki tanggung jawab dan tugas pekerjaan sendiri-sendiri, dan menuntut kompetensi-kompetensi yang serasi dengan tugasnya.